SELAYANG PANDANG

Assalamu'alikum Wr. Wb

Selamat Datang
Di media komunikasi dan interaksi warga RT 6 RW III Tamansari Hijau, Tiban Baru, Sekupang,Batam.
Semoga langkah kecil ini menjadi media baru berbagi informasi yang berguna untuk kehidupan bermasyarakat.

Wassalamu'alaikum Wr.Wb

Websitenya Warga RT 6 Tamansari Hijau



PROFIL TAMANSARI HIJAU


Perumahan Tamansari Hijau berada di sebelah barat pusat pemerintahan Kota Batam, tepatnya di Kelurahan Tiban Baru, Kecamatan Sekupang. Perum Tamansari Hijau dihuni oleh penduduk yang heterogen berasal dari berbagai suku. Mayoritas penduduk Tamansari Hijau bekerja pada sektor formal. Perumahan ini berdiri sejak Tahun 2002. Dan sampai saat ini telah dihuni oleh 950 kepala keluarga atau sekitar 3000 jiwa.
Nama Perumahan : Tamansari Hijau Sekupang Batam
Berdiri : Tahun 2003
Jumlah penduduk : -\+ 3.000 Jiwa
Jumlah KK : 950 Kepala Keluarga
Jumlah Rumah : 1.000 unit
Jumlah RW : 2 (dua) RW.III dan RW.IV
Jumlah RT : RW.III ada 9 RT dan RW.IV ada 3 RT
Nama Ketua RW
Periode 2007-2009 : RW.III ZURAIMI
RW.IV AGUNG
Fasilitas Umum : Posyandu, Lap. Bola Volley, Lapangan Badminton, Lap Bola Mini, Masjid, TPA, Sekolah Dasar dan Sarana lainnya.





SUARA ANDA



Rabu, Mei 20, 2009

JADWAL PEMADAMAN PLN DITAMANSARI HIJAU

Berdasarkan pengumuman yang dikeluarkan oleh PLN batam yang diterbitkan di Batam Pos hari ini dimana PLN menjamin tersedianya aliran listrik ke unit pengolahan air atau WTP yang dimiliki oleh ATB sehingga tidak terjadi gangguan aliran air ke pelanggan pada waktu pemadaman aliran listrik oleh PLN Batam.
Adapun jadwal pemadaman yang akan berlaku di Tamansari Hijau sesuai pengumuman PLN Batam adalah:
1. Hari Sabtu Tanggal 23 Mei 2009 - Pukul 19:00 - 24:00 WIB
2. Hari Minggu Tanggal 24 Mei 2009 - Pukul 06:00 - 12:00 WIB
3. Hari Senin Tanggal 25 Mei 2009 - Pukul 00:00 - 06:00 WIB
Demikian informasi pemadaman semoga dapat membantu kita mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan aktifitas kita sehari hari. Selengkapnya...

Jumat, Mei 15, 2009

SISI LAIN CAWAPRES SBY, PAK BOED MENURUT FAISAL BASRI

Sisi Lain Pak Boed yang Saya Kenal...
Jumat, 15 Mei 2009 | 10:22 WIB
Oleh Faisal Basri *

Saya pertama kali mengenal Pak Boed pada akhir 1970-an lewat buku-bukunya yang enak dibaca, ringkas, dan padat. Pada akhir 1970-an. Kalau tak salah, judul-judul bukunya selalu dialawali dengan kata ”sinopsis,” ada Sinopsis Makroekonomi, Sinopsis Mikroekonomi, Sinopsis Ekonomi Moneter, dan Sinopsis Ekonomi Internasional. Kita mendapatkan saripati ilmu ekonomi dari buku-bukunya yang mudah dicerna.

Pada suatu kesempatan, Pak Boed mengutarakan pada saya niatnya untuk merevisi buku-bukunya itu. Mungkin ia berniat untuk menulis lebih serius sehingga bisa menghasilkan buku teks yang lebih utuh. Kala itu saya menangkap keinginan kuat Pak Boed untuk kembali ke kampus dan menyisihkan waktu lebih banyak menulis buku. Karena itu, ia tak lagi berminat untuk kembali masuk ke pemerintahan setelah masa tugasnya selesai sebagai Menteri Keuangan di bawah pemerintahan Ibu Megawati.

Pak Boed dan Pak Djatun (Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Menko Perekonomian) bekerja keras memulihkan stabilitas ekonomi yang “gonjang-ganjing” di bawah pemerintahan Gus Dur. Hasilnya cukup mengesankan. Pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan terus menerus.

Di tengah hingar bingar masa kampanye seperti dewasa ini, Ibu Mega ditinggalkan oleh wapresnya, dua menko, dan seorang menteri (Agum Gumelar). Ternyata perekonomian tak mengalami gangguan berarti. Kedua ekonom senior ini bekerja keras mengawal perekonomian. Hasilnya cukup menakjubkan, pertumbuhan ekonomi pada triwulan keempat 2004 mencapai 6,65 persen, tertinggi sejak krisis hingga sekarang.

Selama dua tahun pertama pemerintahan SBY-JK, perekonomian Indonesia mengalami kemunduran. Tatkala muncul gelagat Pak SBY hendak merombak kabinet, sejumlah kawan mengajak Pak Boed bertemu. Niat para kolega ini adalah membujuk Pak Boed agar mau kembali masuk ke pemerintahan seandainya Pak SBY memintanya. Agar lebih afdhol, kolega-kolega saya ini juga mengajak Ibu Boed. Mungkin di benak mereka, Ibu bisa turut luluh dengan pengharapan mereka.

Akhirnya, Pak Boed menduduki jabatan Menko Perekonomian. Mungkin sahabat-sahabat saya itu masih terngiang-ngiang sinyal penolakan Pak Boed dengan selalu mengatakan bahwa ia sudah cukup tua dan sekarang giliran yang muda-muda untuk tampil. Memang, Pak Boed selalu memilih ekonom muda untuk mendampinginya: Mas Anggito, Bung Ikhsan, Bung Chatib Basri, Mas Bambang Susantono, dan banyak lagi. Semua mereka lebih atau jauh lebih muda dari saya.

Interaksi langsung terjadi ketika Pak Boed menjadi salah seorang anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN). Saya ketika itu anggota Tim Asistensi Ekonomi Presiden (anggota lainnya adalah Pak Widjojo Nitisastro, Pak Alim Markus, dan Ibu Sri Mulyani Indrawati). Ibu Sri Mulyani memiliki jabatan rangkap (jadi bukan sekarang saja), selain sebagai anggota Tim Asistensi juga menjadi sekretaris DEN. Pak Boed tak pernah mau menonjolkan diri, walau ia sempat jadi menteri pada masa transisi.

Sikap rendah hati itulah yang paling membekas pada saya. Lebih banyak mendengar ketimbang bicara. Kalau ditanya yang “nyerempet-nyerempet,” jawabannya cuma dengan tersenyum. Saya tak pernah dengar Pak Boed menjelek-jelekkan orang lain, bahkan sekedar mengkritik sekalipun.

Tak berarti bahwa Pak Boed tidak tegas. Seorang sahabat yang membantunya di kantor Menko Perekonomian bercerita pada saya ketegasan Pak Boed ketika hendak memutuskan nasib proyek monorel di Jakarta yang sampai sekarang terkatung-katung.

Suatu waktu menjelang lebaran, Pak Boed dan sejumlah staf serta, --kalau tak salah--, Menteri Keuangan dipanggil Wapres. Sebelum meluncur bertemu Wapres, Pak Boed wanti-wanti kepada seluruh stafnya agar kukuh pada pendirian berdasarkan hasil kajian yang mereka telah buat.

Pak Boed sempat bertanya kepada jajarannya, kira-kira begini: “Tak ada yang konflik kepentingan, kan? Ayo kita jalan, Bismillah … Keesokan harinya, saya membaca di media massa bahwa sekeluarnya dari ruang pertemuan dengan Wapres, semua mereka berwajah “cemberut” tanpa komentar satu kata pun kepada wartawan.

Adalah Pak Boed pula yang memulai tradisi tak memberikan “amplop” kalau berurusan dengan DPR. Tentang ini, saya dengar sendiri perintahnya kepada Mas Anggito.

Ada dua lagi, setidaknya, pengalaman langsung saya berjumpa dengan Pak Boed. Pertama, satu pesawat dari Jakarta ke Yogyakarta tatkala Pak Boed masih Menteri Keuangan. Berbeda dengan pejabat pada umumnya, Pak Boed dijemput oleh Ibu. Dari kejauhan saya melihat Ibu menyetir sendiri mobil tua mereka.

Kedua, saya dan isteri sekali waktu bertemu Pak Boed dan Ibu di Supermarket dekat kediaman kami. Dengan santai, Pak Boed mendorong keranjang belanja. Rasanya, hampir semua orang di sana tak sadar bahwa si pendorong keranjang itu adalah seorang Menko.

Banyak lagi cerita lain yang saya dapatkan dari berbagai kalangan. Kemarin di bandara Soekarno Hatta setidaknya dua orang (pramugara dan staf ruang tunggu) bercerita pada saya pengalaman mengesankan mereka ketika bertemu Pak Boed. Seperti kebanyakan yang lain, kesan paling mendalam keduanya adalah sikap rendah hati dan kesederhanaannya.

Dua hari lalu saya dapat cerita lain dari pensiunan pejabat tinggi BI. Ia mengalami sendiri bagaimana Pak Boed memangkas berbagai fasilitas yang memang terkesan serba “wah.” Dengan tak banyak cingcong, ia mencoret banyak item di senarai fasilitas. Kalau tak salah, Pak Boed juga menolak mobil dinas baru BI sesuai standar yang berlaku sebelumnya. Entah apa yang terjadi, jangan-jangan mobil para deputi dan deputi senior lebih mewah dari mobil dinas gubernur.

Kalau mau tahu rumah pribadi Pak Boed di Jakarta, datang saja ke kawasan Mampang Prapatan, dekat Hotel Citra II. Kebetulan kantor kami, Pergerakan Indonesia, persis berbelakangan dengan rumah Pak Boed. Rumah itu tergolong sederhana. Bung Ikhsan pernah bercerita pada saya, ia menyaksikan sendiri kursi di rumah itu sudah banyak yang bolong dan lusuh.

Bagaimana sosok seperti itu dituduh sebagai antek-antek IMF, simbol Neoliberalisme yang bakal merugikan bangsa, dan segala tuduhan miring lainnya? Lain kesempatan kita bahas tentang sikap dan falsafah ekonomi Pak Boed. Kali ini saya hanya sanggup bercerita sisi lain dari sosok Pak Boed yang kian terasa langka di negeri ini.

Maju terus Pak Boed. Doa kami senantiasa menyertai kiprah Pak Boed ke depan, bagi kemajuan Bangsa.

Tulisan ini ditayangkan dalam blog pribadi Faisal Basri di Kompasiana
Selengkapnya...

Rabu, Mei 13, 2009

Pemilihan Ketua RW III Tanggal 17 Mei 2009

Warga RW III Perumahan Tamansari Hijau, Kelurahan Tiban Baru, Kecamatan Sekupang, hari Minggu lusa (17/5/2009) pukul 08:00 - 15:30 WIB akan mengadakan pesta demokrasi untuk memilih ketua RW baru. Pemilihan RW disambut antusias oleh warga. Ini tampak dari jumlah pemilih yang mencapai ribuan orang dari 9 RT yaitu RT 01 hingga RT 09 dimana data sementara DPS RW dapat dilihat langsung di rumah Ketua RT masing-masing.

Pemilihan RW II akan diikuti tiga calon yaitu Bapak Zuraimi, Bapak Nuzirman dan Bapak Dedi Suharyoso yang masing-masing memiliki nomor urut 1, 2, dan 3. Menurut salah seorang perangkat RW lama kegiatan pemilihan ketua RW itu merupakan salah satu wujud demokrasi di wilayah RW III dan demi kesinambungan program kerja.
Mari kita sukseskan pemilihan Ketua RW III yang akan berlangsung secara Langsung, Umum dan Rahasia.
Selengkapnya...